Sabtu, 10 Januari 2015

My Holiday 2014 (bagian 2)

Teman Baru Bernama Fei Fei

Suasana di Bon Cafe Surabaya, Fei fei terlihat kepalanya
Sampai di Bandara Juanda Surabaya, kami sudah dijemput Pak De Tato bersama istrinya Bu De Peti. Juga anak tertua mereka yakni mbak Nunuk. Rumah mereka memang dekat Bandara Juanda, perjalanan menggunakan mobil, hanya sekitar 15 menitan.

Langit mendung mengantar perjalanan kami menuju rumah kakak mama itu. Saudara mama berjumlah lima orang. Pak De Tato anak kedua, sedang mama anak keempat. Papa juga anak keempat tapi berasal dari delapan saudara. Kata mama papa, orangtua jaman dulu anaknya memang banyak karena belum ada keluarga berencana. Juga biaya sekolah tak semahal seperti sekarang.

Rumah Pak De Tato sebenarnya lebih besar dibanding rumahku di Depok. Namun terasa sempit karena nggak ada ruang terbuka. Jalan di depan rumah menjadi terasa kecil karena setiap rumah berdempetan tanpa menyisakan halaman. Bedanya lagi, rumah Pak De hawanya gerah. Kata Pak De hawa di Sidoarjo sama seperti di Surabaya, lebih panas dari Jakarta dan Depok.

Aku dan kakak paling nggak tahan dengan hawa panas. Kami pun mencari tempat duduk dengan kipas. Di kamar Pak De sebenarnya ada AC-nya, tapi aku nggak enak karena baru bertamu kok masuk ke kamar pribadi. Mbak Nunuk bilang AC di kamar itu hampir 24 jam menyala. AC itu dimatikan kalau penghuninya pergi. Ya begitulah Surabaya dan sekitarnya. 

Papa yang dulu sekolah di Universitas Airlangga, Subaraya selama 4,5 tahun, juga pernah bilang kalau Surabaya memang panas. Dan aku sekarang mengalaminya. 

Setelah beristirahat di rumah Pak De, kami segera meluncur ke sebuah restoran. Di restoran itu kami akan bertemu dengan teman mama yang kini menetap di Surabaya, tante Cristine namanya. Kami bertemu di Bon Cafe sebuah restoran yang pengunjungnya ramai sekali.

Aku, Pak De Tato di depanku saat nunggukeluarga Fei Fei  .
 Kami datang duluan dan langsung dapat tempat duduk karena sudah dipesankan oleh tante Cristine. Kami memesan minuman lebih dulu. Seperti biasa, aku dan kakak memesan minuman dingin, sedang papa memilih minuman hangat dan sedikit gula. 

Papa dan Mama menghindari makanan manis karena katanya menghindari kena penyakit diabetes atau penyakit gula. Penyakit itu, selain karena keturunan, juga karena makanan. Mama dan Papa punya keturunan penyakit gula, karenanya mereka mencegahnya lewat makanan.

Nah, tak berapa lama kemudian, tante Cristine muncul bersama suami dan dua anaknya. Anak kedua perempuan ternyata seusia dengan aku. Namanya Fei Fei. Aku nggak hapal nama panjangnya. Fei Fei dan kakaknya langsung memesan makanan tertentu tanpa melihat daftar menu. Mereka mungkin sudah terbiasa makan di restoran itu.

Mama dan Tante Cristine sepertinya paling senang selama pertemuan itu. Mereka dulunya memang teman. Dan acara itu seperti reuni. Mereka saling bercerita tentang masa lalu. Sedang papa ngobrol dengan papanya Fei Fei. Aku nggak tahu mereka ngobrol apa. Sepertinya ngobrol politik karena kadang-kadang terdengar menyebut Jokowi yang kini menjadi presiden.

Aku sendiri bingung mau ngapain. Aku melirik Fei Fei asyik dengan dirinya sendiri. Begitu pun dengan kakaknya. Sesekali aku mengobrol dengan mbak Aniyah. Juga bercanda dengan kakak. Kakak Ado tampaknya cuek. Ia sepertinya memilih konsentrasi menikmati makanan restoran yang enak-enak. Kakak memang doyan makan.

Oya, Fei Fei itu wajahnya lucu. Rambutnya pendek. Mukanya seperti papanya. Kata mama, papanya Fei Fei orang China. Kulit dan wajah Fei Fei memang seperti orang China. Beda sekali dengan rambutku yang panjang dan kulitku yang coklat. Kakaknya Fei Fei juga begitu. Beda usia mereka lima tahun. Sedang aku dengan kakak Ado delapan tahun.

Setelah selesai makan, tiba-tiba Fei Fei menyapaku dan mengajakku jalan-jalan. Anehnya aku mau begitu saja menerima tawarannya. Aku seperti diajak oleh orang yang sudah ku kenal. Dan tampaknya Fei Fei hafal dengan setiap sudut restoran itu, aku pun mengikutinya.

Kami pergi ke taman yang ada ayunannya. Di sana sudah banyak anak-anak. Tapi aku dan Fei Fei masih dapat ayunan. Di taman itu aku melihat ada anak-anak bule yang bisa bicara bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Mereka ditemani seorang mbak seperti aku. Bahasa mbaknya medok banget, tapi mbak itu ternyata juga bisa bahasa Inggris. Keren ya.

Fei Fei bertanya dulu padaku. Aku senang nggak di Surabaya.Aku mengangguk. Trus dia bertanya tentang rahasia. Wah tentang rahasia ya. Dia pun bercerita dulu tanpa merasa malu. Aku mendengarnya serius. Lalu giliran aku yang bercerita tentang rahasiaku. Giliran dia yang mendengarkan serius. Setelah itu kami tertawa bersama. Aku dan Fei Fei seperti teman lama. Seperti mama aku dan mamanya Fei Fei yang cerita seru tak peduli orang lain mau mendengar atau tidak.

Tak lama kemudian Fei Fei minta diantar ke toliet karena mau pipis. Kami masuk ke kamar mandi berdua. Di luar pintu seorang ibu ternyata sudah menunggu giliran. Di dalam toilet, Ibu itu terdengar seperti marah-marah. Kami bingung sekaligus takut. Sontak kami pun buru-buru pergi. Tapi ternyata pintu keluar dari ruangan itu susah dibuka. Kami makin ketakutan.

Fei Fei segera membantuku. Dengan tenaga dua anak perempuan, pintu itu akhirnya bisa dibuka. Kami lega dan masuk ke dalam restoran bergabung bersama mama dan papa kami masing-masing. Tapi kami nggak segera bercerita tentang apa yang kami alami. Jelas, pengalaman di Bon Cafe bersama Fei Fei sebagai pengalaman tak terlupakan.

Tak berapa lama kemudian, Fei Fei kembali mengajak aku pergi. Pergi berdua dengannya memang seru. Beda sekali jika tetap bergabung dengan orang-orang tua, kami tak bebas bercerita. Kali ini kami menuju ruangan depan. Di sana ada tempat duduk kosong. Aku dan Fei Fei duduk di sana.

Tapi belum banyak mengeluarkan masing-masing cerita seru, mama dan papa sudah keluar restoran. Rupanya kami akan menuju rumah Fei Fei tak jauh dari kawasan restoran itu. Aku dan Fei Fei segera membubarkan diri, ikut mobil masing-masing. (seri berkiutnya, di rumah Fei Fei)




















My Holiday 2014

Naik Pesawat Batik Air

Aku difoto oleh mama dengan latar belakang pesawat
Hari Minggu (21/12) tahun 2014 aku bangun pagi sekali. Hari itu kami akan mengawali liburan ke Gunung Bromo, Jawa Timur. Nah, kami akan ke Surabaya dulu naik pesawat Batik Air yang sudah dipesan mama sejak sebulan yang lalu.

Kami berangkat satu keluarga. Yakni, aku, kakak Ado, Mama, Papa, dan Mbak Aniyah. Nama terakhir adalah mbak yang menemaniku sejak aku berumur empat tahun, wow sudah lama kan. Mbak Aniyah memang mbak setiaku.

Dari rumah kami naik taksi warna kuning, Taxiku yang sudah dipesan. Rasanya aku pengin cepat sekali sampai Bandara Soekarno-Hatta, ingin lihat pesawat. Beruntung perjalanan lancar. Kami tiba di bandara sekitar 1 jam perjalanan.

Di terminal 3 bandara Soekarno-Hatta kami melakukan selfie. Mama kemudian membagikan foto-foto selfie persiapan liburannya melalui akun facebooknya. Aku bisa melihatnya dari akunku sendiri. Wah, sepertinya memang menyenangkannya liburan itu, banyak yang mengomentarinya.

Di ruang tunggu Bandara Soekarno-Hatta
 Aku sendiri menulis status Happy Holiday di akun BBM dan Instagram.

Aku senang berada di bandara Soekarno-Hatta. Tempatnya luas sekali. Banyak orang menunggu pesawat, tempat duduk sepertinya penuh semua. Dari sana kami bisa melihat pesawat berjajar, ada yang sedang mendarat (landing), ada juga yang bersiap terbang atau take off.

Aku juga bisa berlari-lari seperti di lapangan bola. Kemudian kami makan di sebuah restoran yang setiap kali kami pesan, pelayannya bilang tidak ada atau habis. Termasuk saat saya memesan milo.

Saya sempat kesal karena apa yang saya pesan tidak ada. Beruntung di sebalah restoran itu ada toko makanan, seperti supermarket. Selain membeli Milo, papa juga membelikan aku permen coklat. Setelah mengambil beberapa permen dan dimasukan ke dalam plastik, permen tersebut kemudian ditimbang. Aneh rasanya beli permen pakai ditimbang, biasanya kan langsung ditukar dengan uang.

Dalam pesawat, aku, kakak Ado dan mbak Aniyah
 Setelah makan selesai, kami segera menuju ruang tunggu. Di sana sudah banyak orang. Tempat duduk nyaris penuh. Kami sampai duduk berpencar.  Kata mama, karena liburan banyak orang berpergian. Makanya tiket harus dipesan jauh hari, kalau terlambat memesan bisa nggak dapat tiket dan harganya mahal.

Pengumuman pesawat Batik Air tujuan Jakarta Surabaya pun terdengar. Kami segera mengantri masuk. Kami masuk melalui lorong. Papa sempat memotret aku dengan mama. Nah, lorong yang kami lalui ternyata turun ke bawah. Rupanya kami harus mengantre naik shuttle bus yang akan mengantar ke pesawat yang akan kami naiki.

Bus yang saya naiki ternyata hanya berjalan sebentar karena jaraknya pendek. Wah, ternyata pesawat Batik Air yang akan menerbangkan kami besar sekali. Seperti burung raksasa. Kami kembali berbaris masuk pesawat, melewati pramugari yang cantik.

Di dalam pesawat tas yang kami bawa kemudian ditaruh di bagasi yang berada kanan dan kiri atas barisan penumpang. Mama bilang beruntung kami berada dibarisan depan sehingga barang bawaan kami bisa masuk semua, termasuk gitar kakak. Kakak Ado membawa gitar karena liburan kami akan lama. Kakak memang tak bisa lepas dari gitarnya. Ia punya grup di sekolahannya.

Aku sama mama
 Di dalam pesawat, aku duduk dibarisan kiri bersama Kaka Ado dan Mbak Aniyah. Mama dan papa duduk di barisan sebelahku. Sebenarnya aku ingin duduk dekat jendela, tapi kakak Ado nggak mau mengalah. Aku sudah merengek, tapi karena kakak lebih dulu mengambil posisi dekat jendela, aku pun akhirnya mengalah.

Rasanya memang tak bisa digeser. Karena kalau ditukar, pasti kami harus bergeser sementara penumpang lain terus berdatangan. "Ya sudahlah," pikirku. Ini merupakan pengalaman. Lain kali aku akan jalan duluan dan mencari posisi duduk dekat pesawat dan nggak mau digeser lagi.

Saya pun mengalah duduk di tengah barisan, diapit kakak Ado dan mbak Aniyah. Mama memanggil kami untuk memotretnya beberapa kali. Aku tersenyum melupakan kekesalan nggak bisa duduk dekat jendela.

Aku memperhatikan para penumpang yang sibuk menaruh tas di bagasi sementara penupang lain sibuk mencari tempat duduknya. Seorang perempuan tua ternyata memperoleh tempat duduk di sebelah mama dan papa. Kedua orangtuaku berdiri untuk memberi kesempatan ibu tua itu masuk ke kursinya.

Kakak dengan gitar kesayangannya
 Seorang pramugari kemudian berdiri di tengah para penumpang, memperagakan menggunakan rompi pelampung dan nafas buatan. Aku tak terlalu memperhatikan karena tak begitu paham.

Saat pengumuman pesawat akan take off, terdengar juga pengumuman agar semua penumpang menggunakan sabuk pengaman dan mematikan HP. Aku sendiri sudah dari tadi menggunakan sabuk pengaman yang dipakaikan oleh mbak Aniyah.

Saat pesawat take off, aku merasa takut. Getaran pesawat sangat terasa di badan.Tanganku berpegangan pada kursi. Rasanya kaki seperti tak menginjak lagi bumi. Tak berapa lama kemudian, pesawat berjalan tanpa getaran. Terdengar pengumuman posisi pesawat. Dari balik jendela aku melihat, pesawat sudah berada di atas awan.

Ya di atas awan. Biasanya aku menengok awan di atas langit begitu tingginya. Sekarang aku berada di atas awan. Seperti mimpi saja rasanya.

Di dalam pesawat kami segera menghidupan layar monitor yang ada di hadapan masing-masing penumpang. Namun kami harus menggunakan earphone untuk menikmatinya. Aku sempat berebutan earphone dengan mbak Aniyah. Untungnya mama membawa cadangan sehingga kami semua bisa menikmati hiburan yang ada di dalam monitor.

Aku sendiri memilih saluran musik. Mbak Aniyah memilih film, kakak Ado putar musim seperti aku. Saat kami menikmati hiburan, pramugari melintas perlahan sambil membagikan snack dalam kotak untuk setiap penumpang. Aku sendiri tak terlalu bernafsu. Aku hanya makan roti secuil.

Saat aku sibuk dengan musik dan pilihan film di monitor, tiba-tiba terdengar pengumuman bahwa pesawat sudah hampir tiba di Surabaya. Saat landing disebutkan bahwa pesawat akan memasuki awan dan terjadi guncangan, penumpang kembali diminta menggunakan sabuk pengaman.

Namun guncangan tak terlalu terasa. Udara Surabaya saat pesawat mendarat termasuk cerah. Pesawat Batik Air yang kami tumpangi mendarat di bandara Juanda Surabaya dengan mulus. Kami bersiap mengambil tas bawaan. Kami harus bersabar karena penumpang lain melakukan hal serupa.

Jika naik melalui kepala pesawat, saat turun kami memilih melalui ekor pesawat. Kami turun melalui tangga. Aku merasakan udara bandara Juanda. Mama sempat mengambil gambarku dengan latar belakang pesawat. Seneng rasanya tiba di Surabaya.











 




  




Minggu, 13 Oktober 2013

Orang Stres di Commuterline

Aku naik kereta AC lagi atau Commuterline. Aku berangkat habis membeli kambing untuk Kurban. Kali ini aku berangkat bersama mama, kakak, dan mbak. Kami naik dari Stasiun Depok Baru untuk pergi ke Mangga Dua.
Saat berangkatnya sih lancar. Kami masuk ke peron stasiun menggunakan kartu Multi trip. Kartu itu seperti ATM BNI  punyaku. Tapi menggunakannya dengan cara ditempel. Kami senang karrna perjalanan lancar. 
Nah, waktu pulang dari Mangga Dua, seorang remaja tiba-tiba duduk di lantai kereta, menggebrak-gebrak lantai dan berteriak. Semua penumpang kaget. Kakakku bahkan sampai loncat saking terkejutnya. 
Bapaknya remaja yang mungkin stres itu memberi isyarat agar anaknya tak melakukan hal yang aneh-aneh. Tapi tak digubris. Aku sendiri takut sekali dan minta ke mama untuk turun saja ganti kereta lainnya. Namun mama yang udah biasa naik commuterline menenangkan kami. 
Meski tak nyaman selama perjalanan pulang, kami akhirnya sampai Stasiun Depok Baru. Sedang remaja stres itu masih di Commuterline entah turun di mana. (*)

Minggu, 19 Mei 2013

Bertemu domba

Sebuah pertemanan ternyata tak selalu lancar-lancar saja. Misalnya terjadi hari Minggu (19/05/2013). Seharian itu aku, Hadi, dan Mutia bermain banyak hal. Kami misalnya nonton film hantu bersama di rumahku. Lalu mereka aku jajanin Rp 1.000 per orang, kami juga jalan-jalan naik motor bersama mbakku.
Di jalan aku ketemu seekor domba dan kambing' Aku jadi inget lagu "ba ba black sheep ' Eh, pas aku deketin dan mau aku kasih makan, domba itu malah lari. Domba itu berteriak mbeekkk. Loh kok teriak mbaak. "temennya mbak ya" kataku.
mbak lalu tertawa sambil duduk di motor.kata mutia jalan saja mbak karena gerah. lalu motornya berhenti di rumah orang, kata mutia itu rumah sule yang artis. lalu motornya sudah jalan kami kebagian angin. kemudian semuanya istirahat di saung.
kami bertiga bergelayutan di bambu saung, mbak dengerin lagu dari HP. Habis itu kami main tidur-tiduran. Eh, Mutia nggigau lagi cerrybelle

Sabtu, 18 Mei 2013

Ulang Tahun dan Tempat Sampah Terbakar

Waktu itu aku ulang tahun ke-5. Banyak teman yang datang, aku mendapat banyak kado dari teman. Tapi karena bulan puasa tak ada acara makan-makan. Setelah acara tiup lilin mereka pulang membawa bingkisan, termasuk bingkisan makanan buat berbuka puasa.
Nah, setelah buka puasa dan sholat maghrib, kami berkumpul lagi di lapangan basket. Aku memakai sepatu roda. Setelah berlari-lari kami mengadakan acara bakar-bakaran yang idenya dari teman aku bernama Karin dan Reza. Lalu ada yang ambil kayu, korek, dan kertas bekas. Setelah api menyala kami jadi senang, kami seperti bermain api unggun. Akupun menaruh sepatu roda biar gerakku mudah.
Habis itu kami membeli petasan di warung mama aza. Petasan itu kemudian dinyalakan sehingga terdengar suara riuh. Sungguh sebuah acara malam yang menyenangkan.
Setelah petasan habis dan api masih menyala, orang-orang yang datang malah bertambah. terutama teman-teman usianya lebih tua.
Tapi kemudian acara kami ditegur oleh orangtua yang pulang dari masjid. Bapak itu memarahi kami karena takut kebakaran. Kami semua jadi ikut takut dan membuang sampah yang masih panas ke tempat sampah di depan rumah Hadi, sahabatku.
Eh, ternyata sampah yang dibuang tadi mengeluarkan api lagi. Kami semua tertawa, api unggun kami seolah pindah ke rumah Hadi. Pemilik rumah,yakni kakaknya Hadi panik, segera mengambil air dan menyiramnya.

Sabtu, 11 Mei 2013

Kecele di Toko KR

Kali ini tiga sekawan punya cerita lucu. Aku, Mutia, dan Hadi mau jajan. Toko langganan kami adalah Toko KR yang lokasinya, tak jauh dari rumah. Kami berjalan ke Toko tersebut. Ternyata tutup. Kami lalu ke Toko Melati, tak jauh dari Toko KR, yah tutup juga. Sambil berjalan pulang kami mampir ke Toko Baskoro, ya ampun,kok tutp juga.
Kami jadi lemas, tapi mau protes ke siapa. Hari Sabtu (11/5) kemarin memang hari libur panjang. Banyak pemiliknya memilih libur, mungkin ke luar kota.
Sebelum sampai rumah kami bertemu, mbak Aniah, mbak aku di rumah. Ia bilang Toko KR baru saja buka. Senang sekali mendengar kabar itu, kami pun bergegas kembali ke Toko KR. Terbayang sudah kami akan membawa permen karet, jajanan yang akan kami beli.

Tapi ya ampun, baru saja sampai di depannya, Toko KR itu tutup kembali. Kami malas bertanya kenapa tutup lagi.

Kami merasa benar-benar kecele...

Jatuh Seperti 'Ninja'

Ini cerita tentang tiga sekawan, aku, Mutia, dan Hadi. Saat itu kami bermain di saung dekat toko Melati. Kami bermain manjat bambu di saung yang cukup lebar. Aku manjat duluan, Mutia, baru Hadi.
Pertama kali kami manjat berjalan cukup lancar. Terus kami melakukan lagi kedua kalinya. Aku manjat duluan lagi. Terus, aku terpeleset jatuh. Anehnya, aku jatuh sambil jongkok kaya Ninja. Teman-teman pada kasihan. Akupun dipijitin sama Mutia dan Hadi.

Begitulah kesetiaan tiga sekawan.